Pulau wisata Bali di Indonesia telah menjadi pusat pariwisata setara dengan Maladewa. Setiap tahun, pulau ini dikunjungi lebih dari 10 juta orang, yang berdampak buruk pada ekosistem lokal dan mengganggu penduduk asli. Oleh karena itu, pemerintah negara ini memutuskan untuk membatasi pembangunan hotel, klub malam, dan vila baru.
Menurut para pejabat tinggi, langkah ini diharapkan dapat mengurangi arus wisatawan, karena jumlah tempat menginap akan terbatas, dan tidak semua orang akan dengan mudah bisa datang ke pulau kapan pun mereka mau. Untuk sementara, Indonesia memberlakukan moratorium pembangunan properti untuk bisnis.

Pada Mei 2023, Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan bahwa pulau ini berencana untuk membatasi pariwisata massal karena wisatawan tidak banyak memberikan pendapatan yang signifikan bagi anggaran negara.
“Oleh karena itu, kami akan menerapkan kebijakan untuk menolak pariwisata massal, kami akan membatasinya dengan menerapkan sistem kuota. Sistem kuota ini akan berlaku untuk 100 tahun ke depan. Jika kita membiarkan ini berlangsung lama, wisatawan yang datang akan menjadi wisatawan murah, yang sebagian besar hanya makan nasi bungkus, naik sepeda motor, melanggar aturan, dan akhirnya merusak ATM,” katanya.
Dengan adanya moratorium ini, pemerintah akan mencoba meningkatkan kualitas hidup penduduk asli, menciptakan lapangan kerja baru untuk mereka, dan menghentikan asimilasi mereka dengan sekitar 200 ribu orang asing, yang sebagian besar adalah orang Rusia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Pandjaitan, menyatakan bahwa kebijakan baru ini bisa berlangsung hingga 10 tahun jika diberlakukan.
Jumlah wisatawan di Bali meningkat tajam setelah pulau ini kembali dibuka bagi wisatawan pasca pandemi COVID-19.