Wanita Himba dianggap sebagai salah satu yang tercantik di benua Afrika. Kecantikan alami mereka dikaitkan dengan bentuk kebersihan khusus yang telah digunakan oleh wanita dari suku tersebut selama berabad-abad.
Pertama-tama, wanita-wanita ini tidak mandi. Di Afrika, ada masalah besar dengan akses air, sehingga mandi atau mencuci tubuh adalah kemewahan yang tidak bisa mereka nikmati. Namun, orang-orang yang pernah melihat mereka mengatakan bahwa tubuh mereka tidak berbau tidak sedap. Sebaliknya, mereka mengeluarkan aroma yang menyenangkan dari tumbuhan dan dupa.

Hal ini dicapai melalui “mandi” asap dan mandi lumpur. Mereka melumuri tubuh dan rambut mereka dengan campuran lumpur, lemak hewani, dan tumbuhan. “Masker” ini melindungi tubuh dari sinar matahari dan serangga. Di malam hari, para wanita melakukan “mandi” khusus: mereka menaruh ranting dan daun pohon commiphora di atas bara api. Pohon ini juga digunakan untuk membuat minyak aroma dan parfum. Wanita-wanita tersebut membungkus diri mereka dengan kulit besar atau selimut dan berkeringat. Keringat membersihkan kotoran dan membuka pori-pori, sementara aroma diserap ke dalam kulit, memberikan aroma yang menyenangkan. Kemudian, mereka mengoleskan salep khusus yang terbuat dari oker, lemak, dan tumbuhan untuk melembapkan dan mengharumkan tubuh.

Selain memiliki kulit sempurna yang menua sangat lambat karena perawatan ini, para wanita dari suku tersebut juga dikenal dengan tatanan rambut mereka yang rumit, yang melambangkan usia, status, dan keadaan pernikahan mereka. Untuk menonjolkan kecantikan mereka, mereka juga memakai banyak perhiasan seperti manik-manik dan gelang. Mereka sering mengenakan beberapa kilogram manik-manik, kerang, dan cangkang.

Pakaian mereka juga tradisional. Mereka berjalan topless, hanya mengenakan rok kulit di pinggul mereka dan sabuk, yang berfungsi untuk menonjolkan pinggang mereka dan sebagai aksesori penting, seperti tas wanita.
Banyak orang Eropa yang pertama kali melihat wanita Himba mengakui bahwa mereka adalah salah satu yang tercantik di dunia.
Suku Himba dianggap sebagai suku semi-nomaden terakhir di Namibia. Mereka adalah penduduk asli yang populasinya diperkirakan sekitar 50.000 orang. Disebut semi-nomaden karena mereka memiliki rumah sendiri, namun terpaksa berpindah karena curah hujan atau kurangnya akses air. Suku ini sering menjadi berita utama karena tradisinya yang unik. Menurut laporan, perempuan dari suku ini terlibat dalam hubungan intim dengan orang asing, dan izin untuk ini diberikan oleh suami mereka sendiri. Suku Himba, yang tinggal di daerah gurun Namibia, sangat berbeda dari norma-norma negara Barat atau tradisi dunia dengan aturan pernikahan dan moralitasnya yang unik.

Sebuah film dokumenter terbaru dari African History TV menunjukkan: “Bagi orang-orang suku Himba, memberikan istri mereka kepada orang asing untuk berhubungan seks dianggap sebagai bentuk tertinggi dari keramahtamahan. Ini dianggap sebagai cara untuk menyambut tamu dengan hangat. Selain itu, mereka bisa menghindari kecemburuan seksual yang sering terjadi dalam pernikahan konservatif.”
Laporan menunjukkan bahwa perempuan dari suku Himba sangat pekerja keras. Mereka melakukan lebih banyak pekerjaan dibandingkan pria, termasuk merawat ternak dan rumah, serta tugas-tugas rumah tangga seperti memasak, membersihkan, dan merawat anak-anak. Gaya hidup suku Himba sangat terisolasi dari masyarakat Namibia.
Diperkirakan ada sekitar 50.000 orang suku Himba yang tetap mempertahankan gaya hidup tradisional mereka. Selain itu, pria dari suku Himba sering memiliki lebih dari satu istri. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen pria Himba membesarkan setidaknya satu anak yang bukan dari mereka sendiri, namun tetap hidup bahagia dengan istri mereka. Dikatakan bahwa perempuan Himba sangat mudah untuk bercerai. Dalam film dokumenter tersebut, disebutkan bahwa kelahiran di luar nikah atau hubungan di luar nikah tidak dianggap memalukan, dan setiap anak memiliki ayah sosial yang merawatnya.

Film dokumenter itu juga menunjukkan bahwa suku Himba memiliki tradisi bertukar istri yang sudah berlangsung selama berabad-abad. Dalam tradisi ini, pria memperbolehkan istri mereka untuk menghabiskan malam dengan pria asing. Selain itu, ketika tamu atau pria asing tidur dengan istri orang lain, suami dari wanita tersebut harus menghabiskan malam di kamar lain. Kini, gaya hidup suku ini perlahan terancam. Karena pengaruh budaya Barat yang menyebar di Namibia, anak-anak suku Himba merasa malu dengan adat mereka.