Rizal Aziz, dosen sekaligus mahasiswa doktoral asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di University of Nottingham, Inggris, berhasil mendapat hak paten dari pemerintah setempat atas pengembangbiakan sel punca terinduksi non-hewani (xeno-free) yang telah Ia teliti bersama pembimbingnya, Profesor Nick Hannan, sejak tahun 2020. Temuannya ini dapat berguna untuk memproduksi sel imun khususnya makrofag, sel dendritik, sel jantung, sel paru-paru dan sel hati dalam memodelkan suatu penyakit, sehingga uji coba obat dapat dilakukan/disesuaikan dengan kondisi genetik pasien. Hanya dengan menggunakan satu formulasi media, para ilmuwan dapat menghasilkan berbagai jenis sel sesuai yang diinginkan.
Diajukan melalui kampusnya, paten ini tentunya sangat bermanfaat bagi para ilmuan yang meneliti sel punca. Sebagai dosen Teknik Biomedik di Universitas Indonesia, Rizal mengatakan bahwa selama ini pengobatan berbasis sel rentan terkontaminasi karena menggunakan media hewani. “Temuan terbaru ini memberikan keamanan lebih tinggi, konsistensi, dan efisiensi dalam produksi sel, yang sangat penting untuk penerapan klinis,” jelasnya dalam keterangan resmi. Karena pengobatan penyakit yang menggunakan sel punca berbiaya mahal, serta tingkat keberhasilan dan efek samping pengobatannya yang sulit diprediksi, sebagian besar dokter selalu menggunakan media pengembangbiakan sel punca yang mengandung unsur hewan. Rizal dengan tekun berusaha mencari cara lain untuk mengurasi resiko kegagalan pengobatan dengan sel punca dengan menggunakan media non-hewani. “Media xeno-free yang kami kembangkan adalah langkah maju dalam memastikan bahwa terapi sel lebih aman dan dapat diandalkan dengan penghapusan risiko dari komponen hewan, kami mampu menawarkan teknologi yang lebih sesuai untuk aplikasi klinis skala besar,” ungkap Rizal.
Setelah berhasil meraih hak paten, Rizal kemudian membuat sel punca terinduksi dari pasien orang Indonesia yang merupakan pasien thalasemia dan pasien normal. Sel punca terinduksi ini sukses dikerjakan dan kemudian Ia beri nama RI (Republic of Indonesia) cells. Penemuan ini dapat meningkatkan level keberhasilan pengobatan berbasis sel punca untuk orang Indonesia sesuai dengan genetik orang Indonesia itu sendiri. “Pengembangan sel punca terinduksi ini adalah langkah besar dalam memungkinkan penelitian yang lebih relevan secara genetik untuk populasi Indonesia, ini memungkinkan kami untuk lebih memahami penyakit genetik dan mengembangkan terapi yang dipersonalisasi,” ungkap Rizal. Hasil temuannya diminati oleh banyak perusahaan internasional. Setidaknya tujuh perusahaan bioteknologi internasional di Inggris, Kanada, dan Jerman tertarik untuk membeli hak paten produk tersebut agar dapat diproduksi secara luas.