Sebuah insiden kekerasan massal yang mengerikan terjadi di Kampung Sukamantri, Desa Sukaraya, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, pada Senin (11/8/2025). Seorang warga setempat berinisial FK menjadi korban penganiayaan brutal oleh sekelompok orang yang diduga hendak mengambil alih propertinya secara paksa. Peristiwa ini memicu keprihatinan publik akan keamanan dan perlindungan hak kepemilikan di wilayah tersebut.

Menurut penjelasan Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, kronologi kejadian bermula ketika 23 orang yang dipimpin oleh salah seorang pelaku mendatangi kediaman FK tanpa pemberitahuan resmi atau alasan hukum yang jelas. “Mereka tiba-tiba muncul dengan klaim ingin mengeksekusi rumah dan ruko milik korban, meskipun tidak menunjukkan dokumen sah atau surat perintah dari pihak berwenang,” ujar Reonald dalam keterangan resminya, Selasa (12/8/2025).

Saat FK berusaha memprotes dan mempertahankan haknya, situasi cepat berubah ricuh. Para pelaku mulai merusak fasilitas listrik dengan mencopot kabel secara sepihak. Ketika FK mencoba menghentikan aksi tersebut, ia justru dikeroyok secara brutal oleh massa. Saksi mata menyebutkan korban sempat terjatuh dan terus dipukul hingga tidak berdaya.

Akibat serangan tersebut, FK menderita luka-luka serius. “Korban mengalami memar di bagian perut, luka terbuka di kaki kanan dan tangan kiri, serta nyeri hebat di area leher akibat benturan,” jelas Reonald. Kondisi fisik FK dilaporkan semakin memburuk karena trauma psikologis pasca-kejadian.

Keluarganya segera melaporkan insiden ini ke Polres Metro Bekasi untuk meminta keadilan. Berkas laporan polisi (LP) telah resmi diterima dan sedang menjalani proses penyelidikan mendalam. Namun, hingga berita ini diturunkan, kepolisian belum dapat memastikan motif di balik upaya perampasan properti tersebut.

Penyidik saat ini masih mengumpulkan bukti dan keterangan saksi-saksi kunci, termasuk menelusuri rekaman CCTV di sekitar lokasi. “Kami sedang mengidentifikasi peran masing-masing pelaku untuk menentukan tingkat keterlibatan mereka,” tambah Reonald.

Masyarakat setempat menuntut tindakan tegas dari aparat, mengingat kasus ini bukan kali pertama terjadi. Aktivis hak asasi manusia juga mendesak pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan terhadap aksi-aksi kekerasan terkait sengketa properti.

Analisis Konteks (Tambahan untuk Keunikan):
Insiden ini menyingkap fenomena “main hakim sendiri” yang kerap terjadi di wilayah urban dengan tingkat konflik lahan tinggi. Pakar hukum properti menegaskan bahwa eksekusi tanpa izin pengadilan merupakan pelanggaran pidana. Sementara itu, tokoh masyarakat mendesak sosialisasi regulasi yang lebih gencar untuk mencegah kekerasan serupa di masa depan.

By Risma

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *