Linimasa Instagram kembali diguncang setelah seorang make-up artist (MUA) dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, bernama Deni—yang dikenal luas dengan nama profesional Dea Lipa—dituding sebagai sosok misterius “Sister Hong Lombok”. Tuduhan tersebut pertama kali muncul melalui unggahan akun Instagram @nasikra********* pada Minggu, 9 November 2025, dan langsung menyebar luas hingga memicu kehebohan publik.
Dalam unggahannya, akun tersebut mengklaim bahwa Dea Lipa sebenarnya adalah laki-laki bernama Deni (23 tahun), yang disebut-sebut menggunakan hijab untuk menyamarkan identitasnya, terutama ketika merias pengantin wanita. Unggahan itu juga menuduh Deni melakukan tindakan yang dianggap tidak pantas terhadap klien perempuan.
Akun tersebut menulis bahwa pengantin wanita biasanya menjaga diri dari sentuhan laki-laki yang bukan muhrim, namun Deni disebut bertindak seolah dirinya perempuan. Tuduhan itulah yang memicu gelombang kecaman, fitnah, dan spekulasi di media sosial. Banyak warganet yang mengaku baru mengetahui identitas asli MUA tersebut setelah unggahan viral itu.
Lalu apa saja fakta di balik kasus yang kini dikenal sebagai “Sister Hong Lombok”? Berikut rangkuman 7 poin lengkap sesuai penelusuran Kompas.com:
1. Deni Tegas Membantah Semua Tuduhan: “Narasinya Tidak Benar, Penuh Fitnah”
Setelah kasus ini viral, Deni akhirnya menyampaikan klarifikasi resmi.
Ia menyebut seluruh narasi yang beredar adalah fitnah yang sangat merugikan dirinya dan keluarga.
“Akun tersebut mengunggah foto-foto saya dengan cerita yang tidak sesuai kenyataan, penuh kebohongan, dan sangat melukai saya, keluarga, serta teman-teman yang sudah mendukung saya,” ujarnya sambil menangis.
Deni juga membantah tuduhan penistaan agama, isu LGBT, dugaan memakai mukena untuk shalat di saf wanita, hingga sebutan “Sister Hong”.
2. Tidak Mengenal Akun Penyebar Fitnah
Deni memastikan ia tidak mengenal pemilik akun yang memulai isu tersebut.
Ia mengaku tidak pernah bertemu, berkomunikasi, ataupun memberi izin penggunaan foto-fotonya.
3. Mengalami Tekanan Mental Berat
Setelah isu itu menyebar, komentar bernada cacian dan ancaman terus berdatangan.
Deni mengaku:
“Saya merasa hancur secara mental dan fisik. Beberapa kali saya sampai kehilangan kendali dan muncul pikiran berbahaya pada diri sendiri.”
Karena kondisi psikologisnya memburuk, ia harus membatalkan jadwal rias pengantin yang sudah direncanakan.
4. Mengaku Difabel Sejak Kecil: Mengalami Gangguan Pendengaran
Deni menceritakan bahwa ia tumbuh dengan keterbatasan pendengaran sejak kecil, dan kondisinya memburuk setelah kecelakaan usia 10 tahun. Ia dibesarkan oleh nenek karena orang tuanya bekerja sebagai TKI, namun ketika kelas 6 SD, neneknya meninggal.
Akibat kondisi fisik dan ekonomi keluarga, ia hanya menyelesaikan pendidikan hingga tingkat sekolah dasar dan sering menjadi korban perundungan.
5. Belajar Merias Secara Otodidak & Mengenakan Jilbab untuk Melindungi Diri
Deni mengatakan bahwa dunia kecantikan adalah mimpinya sejak lama. Ia belajar merias secara otodidak melalui YouTube dan media sosial, hingga akhirnya menjadi MUA.
Ia mengaku memakai jilbab sebagai bentuk ekspresi diri sekaligus pelindung dari pelecehan, bukan untuk menipu klien atau menyesatkan siapa pun.
“Saya tidak pernah berniat menggunakan busana itu untuk merugikan atau melecehkan orang lain.”
6. Bantah Isu HIV & Didampingi Solidaritas Kemanusiaan
Tudingan bahwa Deni mengidap HIV juga ditepis keras.
Menurut keterangan Solidaritas Kemanusiaan yang mendampinginya, Deni telah menjalani tes kesehatan dan hasilnya negatif.
Mukhsin, koordinator pendampingan, menegaskan:
“Informasi itu tidak berdasar. Pemeriksaan medis menunjukkan tidak ada masalah seperti yang dituduhkan.”
Ia meminta masyarakat berhenti menyebarkan fitnah dan tidak melakukan perundungan.
7. Keluarga Sampaikan Permintaan Maaf dan Ungkap Alasan Diam
Keluarga Deni akhirnya memberikan pernyataan resmi dalam konferensi pers di Mataram pada Sabtu, 15 November 2025.
Mereka meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi, meski sebenarnya mereka juga menjadi korban situasi ini.
Maya, juru bicara keluarga, mengatakan:
“Kami memilih diam karena kondisi psikologis Deni sangat rapuh. Diam adalah cara kami bertahan.”
Keluarga berharap masyarakat memberi ruang bagi Deni untuk memperbaiki diri, tanpa memvonis atau menyebarkan fitnah.
Jangan lupa follow dan pantau berita selanjutnya, karena masih banyak fakta mengejutkan yang akan kami ungkap!