Tensi diplomatik yang memanas antara Tiongkok dan Jepang akibat isu Taiwan kini mulai merambat ke sektor ekonomi, terutama pada industri pariwisata. Diperkirakan bahwa ratusan ribu jadwal penerbangan dari Tiongkok menuju Jepang telah dibatalkan selama beberapa hari terakhir, menyusul adanya imbauan perjalanan yang dirilis oleh pemerintah Beijing.
Volume pembatalan yang masif, dengan estimasi mencapai sekitar 500.000 penerbangan dari Tiongkok ke Jepang ini, tercatat sebagai yang terbesar sejak merebaknya pandemi Covid-19.
Pemicu ketegangan terbaru ini adalah kemarahan Beijing menyusul pernyataan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi. Ia dengan tegas menyatakan bahwa jika Tiongkok menyerang Taiwan, hal itu bisa dianggap sebagai “situasi yang membahayakan eksistensi Jepang,” sehingga memungkinkan Tokyo untuk melancarkan respons militer.
Reaksi pemerintah Tiongkok terhadap pernyataan Takaichi tidak hanya sebatas retorika, melainkan juga berwujud tindakan ekonomi. Beijing secara tegas mengeluarkan peringatan kepada warganya agar menghindari perjalanan ke Jepang.
Sebagai tindak lanjut, setidaknya tujuh perusahaan penerbangan asal Tiongkok, termasuk tiga di antaranya adalah maskapai milik negara, telah mengumumkan fasilitas pembatalan tanpa biaya bagi penumpang yang memiliki tiket ke Jepang. Di samping itu, berbagai agen perjalanan di Tiongkok juga dilaporkan telah menangguhkan proses pengajuan visa individu untuk tujuan perjalanan ke Negeri Sakura.
Efek dari peningkatan tensi politik ini sangat memberatkan Jepang, mengingat Tiongkok adalah penyumbang jumlah wisatawan terbesar kedua. Kekhawatiran akan kerugian besar ini bahkan mendorong asosiasi bisnis terbesar Jepang, Keidanren, untuk mendesak pemerintah agar segera mencari solusi meredakan keadaan.
“Stabilitas politik merupakan fondasi utama bagi kelangsungan pertukaran ekonomi,” demikian ditegaskan oleh Yoshinobu Tsutsui, Ketua Keidanren, pada hari Selasa (18/11/2025).
Di lain pihak, Hanming Li, seorang pengamat penerbangan, menyampaikan kepada The Guardian bahwa fenomena pembatalan penerbangan secara besar-besaran ini adalah yang terbesar yang pernah ia saksikan sejak pandemi Covid-19 dimulai. Namun, ia menilai dampaknya terhadap sektor domestik Tiongkok kemungkinan besar tidak akan terlalu signifikan.
“Ini bukan kerugian yang amat besar bagi maskapai, mengingat pangsa pasar Tiongkok-Jepang terbilang kecil jika dibandingkan dengan total pasar domestik maupun internasional,” ungkap Li.
Dalam upaya meredakan suasana, Tokyo telah mengutus diplomat senior dari kementerian luar negerinya ke Beijing. Akan tetapi, PM Takaichi bersikukuh untuk tidak menarik kembali pernyataannya, yang mana hal tersebut merupakan permintaan utama dari pihak Beijing.
Pada sisi yang berlawanan, Jepang telah mengeluarkan imbauan kepada warga negaranya yang berada di Tiongkok untuk meningkatkan kewaspadaan keamanan. Mereka juga mengingatkan para ekspatriat agar menghormati tradisi lokal dan bersikap hati-hati dalam berinteraksi dengan masyarakat setempat. Data dari Kementerian Luar Negeri Jepang menunjukkan bahwa lebih dari 100.000 warga Jepang menetap di Tiongkok pada tahun 2023.
Minoru Kihara, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, menjelaskan bahwa imbauan yang dikeluarkan pada hari Selasa, termasuk anjuran untuk menghindari keramaian, diterapkan sebagai respons terhadap maraknya sentimen anti-Jepang yang tersebar di media Tiongkok.
“Kami mengambil keputusan ini berdasarkan tinjauan menyeluruh terhadap kondisi keamanan di negara atau wilayah tersebut, serta situasi politik dan sosialnya,” tutur Kihara.