**Kerusakan Hutan Batang Toru Diduga Pemicu Banjir dan Longsor di Sumatera Utara, Kata Walhi**
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) cabang Sumatera Utara (Sumut) mengemukakan pandangan bahwa rentetan kejadian banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah di Sumut disebabkan oleh kerusakan ekosistem hutan yang masif.
Peristiwa banjir skala besar dilaporkan menerjang Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Tapanuli Tengah (Tapteng), Mandailing Natal, serta Kota Sibolga pada hari Selasa, 25 November 2025.
Jaka Kelana Damanik, Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut, secara tegas menyatakan bahwa bencana ini bukan semata-mata diakibatkan oleh curah hujan, melainkan kerusakan parah pada ekosistem Hutan Batang Toru.
Kawasan hutan vital ini membentang di area Tapsel, Tapteng, dan Tapanuli Utara (Taput).
“Data di lapangan menunjukkan intervensi manusia memiliki peran signifikan. Saat air bah datang, banyak sekali potongan kayu yang terbawa arus,” terang Jaka.
Ia melanjutkan, “Ketika diamati melalui citra satelit, kondisi hutan di sekitar lokasi bencana terlihat sangat gundul,” seperti yang diungkapkan Jaka pada hari Rabu, sebagaimana dikutip oleh Tribun Medan.
Jaka menambahkan bahwa pihaknya telah berulang kali menyuarakan urgensi untuk menjaga kelestarian ekosistem hutan tropis terakhir yang masih tersisa di provinsi Sumut tersebut.
Menurut pandangannya, kerusakan pada ekosistem ini merupakan ancaman serius mengingat kekayaan flora dan fauna di wilayah tersebut, termasuk keberadaan Orangutan Tapanuli yang tergolong sebagai spesies paling langka di dunia.
Walhi Sumut menduga kuat bahwa insiden bencana alam yang terjadi belakangan ini diperparah oleh kebijakan pemerintah yang mengeluarkan izin operasional bagi sejumlah perusahaan di dalam ekosistem Batang Toru.
Jaka mengkritisi narasi yang kerap menyatakan bahwa intensitas hujan tinggi menjadi penyebab utama banjir.
Padahal, pemerintah seharusnya mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada pengurangan dampak negatif dari bencana.
“Laju deforestasi di kawasan ini sangat sulit dikendalikan karena perusahaan-perusahaan yang beroperasi di ekosistem Batang Toru melancarkan aksi penebangan pohon dengan berlindung di balik izin yang telah diterbitkan oleh pemerintah,” papar Jaka.
**Jumlah Korban Jiwa Capai 24 Orang**
Sementara itu, hingga Rabu, 26 November 2025, jumlah korban meninggal dunia akibat bencana ini dilaporkan telah mencapai angka 24 orang.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan, juga menginformasikan bahwa lima individu lainnya masih dinyatakan hilang.
“Total korban mencapai 72 orang. Rinciannya, 24 orang meninggal dunia, 37 orang mengalami luka ringan, 6 orang menderita luka berat, serta 5 orang masih dalam proses pencarian,” jelas Ferry, seperti dikutip dari Tribun Medan.
Pihak kepolisian turut merinci bahwa bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang telah melanda sebanyak 11 kabupaten/kota.
Adapun daftar kabupaten/kota yang terdampak bencana tersebut meliputi Mandailing Natal, Nias, Nias Selatan, Pakpak Bharat, Serdang Bedagai, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.
Selanjutnya, daerah yang juga mengalami dampak bencana adalah Kabupaten Tapanuli Utara, Kota Sibolga, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kota Padangsidimpuan.