### KPK Langsung Proses Pembebasan Ira Puspadewi Usai Kantongi Surat Rehabilitasi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima salinan fisik keputusan rehabilitasi yang ditujukan kepada Ira Puspadewi, mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Menyusul diterimanya dokumen administratif krusial tersebut pada Jumat, 28 November 2025, hari ini, lembaga anti-rasuah itu segera bergerak cepat untuk memfasilitasi keluarnya Ira dari rumah tahanan (rutan).
Konfirmasi mengenai perkembangan ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Ia menegaskan bahwa persyaratan administratif utama yang sebelumnya mengalami penundaan kini telah terpenuhi sepenuhnya.
“Suratnya sudah kami terima, proses selanjutnya akan segera kami laksanakan,” terang Budi kepada para awak media pada Jumat (28/11/2025).
Ira Puspadewi sendiri akan dibebaskan dari masa tahanan setelah memperoleh keputusan rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto.
**Sempat Bermalam di Rutan KPK**
Sebelumnya, Ira Puspadewi bersama dengan dua mantan pejabat ASDP lainnya, yaitu Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi, terpaksa harus menginap di Rutan pada Kamis, 27 November 2025. Hal ini disebabkan oleh keterlambatan kedatangan fisik surat Keputusan Presiden (Keppres) hingga malam hari.
Namun kini, dengan dokumen penting yang telah berada di tangan penyidik, tidak ada lagi kendala administratif yang menghalangi KPK untuk melaksanakan putusan rehabilitasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Meskipun mematuhi dan segera membebaskan tahanan sesuai keputusan rehabilitasi, KPK tetap menekankan temuan-temuan substansial mereka terkait dugaan praktik korupsi dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara.
Penyidik KPK sebelumnya menyoroti adanya manajemen perusahaan yang tidak sehat atau *Bad Corporate Governance* dalam perkara ini.
Berdasarkan hasil perhitungan ulang, kondisi keuangan PT Jembatan Nusantara terindikasi tidak sehat dengan nilai saham yang menunjukkan angka minus. Hal ini terlihat dari perhitungan metode arus kas diskonto (minus Rp 383 miliar) maupun aset bersih (minus Rp 96,3 miliar).
“KPK menemukan adanya indikasi pengaturan dalam proses penilaian tersebut. Setelah akuisisi, PT Jembatan Nusantara justru tidak mencatat adanya selisih kas, melainkan harus mengandalkan suntikan dana dari PT ASDP untuk melunasi utangnya,” jelas Budi dalam pernyataan sebelumnya.
Di samping itu, KPK juga mengungkapkan adanya peraturan akuisisi yang dibuat secara mundur (*backdated*) serta kondisi sejumlah kapal yang tidak memenuhi standar IMO.
Kendati demikian, sebagai institusi penegak hukum, KPK menegaskan komitmennya untuk menjunjung tinggi prosedur hukum yang berlaku, termasuk menindaklanjuti surat keputusan rehabilitasi yang baru saja mereka terima pagi ini.