Terungkapnya Dewi Astutik: Operasi Rahasia Berhasil, Jutaan Jiwa Terselamatkan dari Bahaya Narkoba

Penangkapan pentolan narkoba Dewi Astutik, yang juga dikenal sebagai Mami, telah menuntaskan masa pelariannya yang sudah lama menjadi target utama penegak hukum. Figur sentral yang diidentifikasi sebagai salah satu dalang di balik peredaran narkotika antardaerah ini berhasil diringkus setelah melalui serangkaian investigasi mendalam.

Suksesnya aparat dalam meringkus Mami dipercaya akan menyingkap lebih jauh tabir organisasi kejahatan yang selama ini beroperasi dengan sangat terencana dan sistematis. Penangkapan ini tidak sekadar memutus salah satu bagian dari rantai distribusi ilegal, namun juga berpotensi besar untuk membongkar identitas tokoh-tokoh lain yang turut serta dalam skema narkotika berskala masif tersebut. Operasi perburuan yang berlangsung intensif tersebut kini menjadi momen krusial dalam upaya membongkar tuntas sindikat narkoba yang telah lama meresahkan publik.

**Detil Operasi Penangkapan Rahasia**

Dewi Astutik, yang dikenal juga sebagai Mami, seorang buronan kakap penyelundup dua ton sabu dari jaringan Golden Triangle, akhirnya berhasil ditangkap di Sihanoukville, Kamboja. Penyingkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama yang solid antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Kepolisian Kamboja, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh, Atase Pertahanan RI di Kamboja, dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.

Dewi Astutik, yang juga masuk daftar buronan Korea Selatan, berhasil diamankan ketika ia sedang dalam perjalanan menuju lobi salah satu hotel di Sihanoukville. Pelaksanaan operasi ini berjalan dengan sangat sigap, akurat, dan tanpa menimbulkan keramaian di tengah masyarakat. Setelah berhasil ditangkap, Dewi Astutik segera dipindahkan ke Phnom Penh guna menjalani proses verifikasi identitas dan serah terima resmi antarinstitusi berwenang.

Sesampainya di tanah air, Dewi Astutik akan menghadapi pemeriksaan ketat untuk membongkar pola pendanaan, jalur logistik, serta para individu yang terkait dalam sindikat narkoba internasional yang menyebar di berbagai negara. Sindikat ini teridentifikasi aktif dalam pengadaan dan penyaluran beragam jenis narkotika, meliputi kokain, sabu, dan ketamin, menuju kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara.

Berdasarkan rilis tertulis pada Selasa (2/12/2025), operasi rahasia antarnegara ini berada di bawah komando Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN Brigjen Pol Roy Hardi Siahaan, sesuai instruksi dari Kepala BNN RI Komjen Pol Suyudi Ario Seto. Perburuan Dewi Astutik dilaksanakan secara berkelanjutan oleh sebuah tim khusus yang didedikasikan untuk operasi pengejaran buronan kelas internasional.

Misi ini memperoleh sokongan penuh dari Atase Pertahanan RI di Kamboja serta BAIS TNI yang dipimpin oleh Yudi Abrimantyo, yang memiliki peran vital dalam memetakan pergerakan lintas negara dan mengkoordinasikan upaya di tingkat regional. Prosedur diplomatik dan kelengkapan legalitas untuk pemindahan tersangka diurus oleh Duta Besar RI untuk Kamboja, Dr. Santo Darmosumarto, beserta seluruh staf KBRI Phnom Penh. Sementara itu, kolaborasi intens terjalin dengan Wakil Kepala Kepolisian Nasional Kamboja, Chuon Narin, beserta seluruh anggotanya, yang memberikan bantuan dalam proses penangkapan dan pengamanan di lokasi.

BNN menekankan bahwa tindakan penegakan hukum ini tidak akan berhenti hanya pada penangkapan, melainkan akan terus berlanjut hingga pembongkaran menyeluruh terhadap struktur jaringan yang selama ini beroperasi secara luas dan terorganisasi.

**Delapan Juta Jiwa Terhindar dari Bahaya**

Komjen Pol Suyudi Ario Seto, Kepala BNN RI, menyatakan bahwa penyingkapan Dewi Astutik turut mengungkap perannya dalam mendominasi wilayah Golden Triangle bersama dengan gembong narkoba Fredy Pratama. “Melalui penangkapan ini, diperkirakan sekitar 8 juta jiwa berhasil diselamatkan dari potensi ancaman bahaya narkotika,” ujarnya kepada para wartawan pada Selasa (2/12/2025).

Operasi penangkapan tersebut dilaksanakan dengan sangat cekatan, akurat, dan tanpa menyebabkan keributan di tengah masyarakat umum. Setelah berhasil ditahan, Dewi kemudian dipindahkan ke Phnom Penh untuk prosedur verifikasi identitas dan serah terima resmi antarpihak berwenang. Ia dipulangkan kembali ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada Selasa sore, 2 Desember 2025.

Dewi Astutik teridentifikasi terlibat dalam kasus penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 2 ton, yang terafiliasi dengan sindikat bernama Golden Triangle. Menurut catatan dari BNN, Dewi Astutik adalah seorang perempuan yang lahir di Ponorogo, Jawa Timur, pada tanggal 8 April 1983. Ketika penangkapan terjadi, usianya tercatat 42 tahun.

Berdasarkan informasi pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya, Dewi Astutik bertempat tinggal di Dusun Sumber Agung, Desa/Kecamatan Balong, Ponorogo. Kebenaran fakta ini telah dikonfirmasi oleh Gunawan, Kepala Dusun Sumber Agung. Ia membenarkan bahwa sosok perempuan dalam foto buronan tersebut adalah salah satu penduduk di wilayahnya. Akan tetapi, ia mengungkapkan bahwa nama asli perempuan itu bukan Dewi Astutik, melainkan berinisial PA. Ada dugaan bahwa ia menggunakan identitas palsu dengan memakai nama salah seorang anggota keluarganya.

“Tidak ada nama Dewi Astutik dalam catatan kami. Namun, alamat tersebut memang dihuni oleh warga kami. Fotonya pun saya kenal,” tuturnya, sebagaimana dikutip dari Surya.co.id. Gunawan menambahkan bahwa yang bersangkutan memang sudah cukup lama berpamitan untuk bekerja di luar negeri. Dewi Astutik diketahui telah berpindah-pindah antar negara. “Sebelumnya, ia pernah bekerja di Hong Kong dan Taiwan, dan kabarnya terakhir berada di Kamboja,” pungkasnya.

**Menguak Seluk Beluk Golden Triangle, Lokasi Operasi Dewi Astutik**

Golden Triangle, atau yang juga dikenal sebagai segitiga emas, adalah sebuah wilayah perbatasan yang mempertemukan negara Thailand, Myanmar, dan Laos. Titik temu ketiga negara ini terletak di area pertemuan Sungai Mekong dan Sungai Ruak. Frasa “Segitiga Emas” pertama kali dicetuskan pada tahun 1971 oleh Marshall Green, Asisten Menteri Luar Negeri AS. Dari segi geografis, kawasan ini telah dikenal luas sebagai salah satu sentra produksi opium dan heroin paling signifikan di dunia.

Wilayah ini bahkan menyumbang sekitar 60 persen dari total pasokan opium dan heroin global. Keuntungan bersih yang dihasilkan dari kawasan ini diperkirakan mencapai 160 miliar dolar AS setiap tahunnya. Mayoritas produksi narkotika di sini berasal dari Myanmar, negara yang juga dikenal sebagai produsen opium terbesar kedua setelah Afghanistan.

Menurut data yang dirilis oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Segitiga Emas telah bertransformasi menjadi koridor perdagangan narkoba yang amat luas. Wilayah ini berfungsi sebagai jalur utama produksi dan distribusi opium, heroin, bahkan narkoba sintetis seperti metamfetamin, yang kemudian menyebar ke seluruh kawasan Asia Pasifik. Laporan “Southeast Asia Opium Survey 2023” dari UNODC menunjukkan bahwa Myanmar saat ini memiliki lahan opium seluas sekitar 47.000 hektar, sebuah angka yang terus bertambah setiap tahunnya. Setiap hektar lahan ini berpotensi menghasilkan antara 9,5 hingga 15,9 kilogram opium. Data ini menggarisbawahi skala besar produksi opium di Myanmar, menjadikannya pemain kunci di pasar narkoba global.

Di samping reputasinya sebagai wilayah yang kental dengan aktivitas narkotika, Golden Triangle juga merupakan rumah bagi destinasi wisata populer seperti Sop Ruak, sebuah patung Buddha raksasa yang berdiri megah di puncak bukit dengan pemandangan langsung ke Sungai Mekong. Kota-kota lain di sekitar Segitiga Emas pun menyuguhkan beragam daya tarik. Sebut saja Chiang Saen, sebuah kota damai di tepi Sungai Mekong yang termasyhur dengan sisa-sisa reruntuhan kuil Buddha kuno.

Selanjutnya, terdapat Mae Sai, kota pasar yang ramai di sepanjang perbatasan Myanmar, dan Doi Mae Salong, kota pegunungan yang terkenal akan perkebunan tehnya. Di sisi Laos, area Segitiga Emas menghadirkan Cagar Alam Bokeo, sebuah lokasi ekowisata yang sangat digemari. Di lokasi tersebut, para pengunjung dapat menikmati pengalaman langka seperti “pengalaman siamang”, yang memungkinkan wisatawan mengamati siamang di lingkungan alami mereka. Selain itu, Huay Xai, ibu kota provinsi Bokeo di Laos, merupakan kota yang kaya akan warisan budaya, dikenal dengan Kuil Jom Khao Manilat yang bersejarah, serta beragam restoran dan pasar tradisional yang menyajikan kuliner khas Laos. Untuk wisatawan yang gemar berpetualang, Segitiga Emas menyediakan beragam aktivitas menarik, mulai dari pelayaran perahu yang memukau di Sungai Mekong, hingga tur sepeda dan sepeda motor menjelajahi seluruh pelosok wilayah tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *