Kemarahan memuncak terlihat jelas dari Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, ketika ia menayangkan sebuah video yang memperlihatkan truk-truk sarat kayu berdiameter raksasa melaju santai di jalan raya Sumatra Utara—hanya dua hari setelah wilayah itu porak-poranda dihantam banjir bandang. Ekspresi jengkelnya berubah menjadi kritik tajam yang langsung diarahkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Raja Juli Antoni, dalam rapat kerja di Senayan, Kamis (4/12/2025).

Video tersebut menunjukkan batang-batang kayu tua berukuran luar biasa besar, jelas bukan hasil penebangan baru sehari dua hari. Melihat rekaman itu, Titiek menarik napas panjang sebelum meluapkan kekesalannya. Ia menyebut tindakan para pelaku penebangan sebagai “ejekan terang-terangan” terhadap masyarakat Sumatra yang sedang berduka akibat bencana yang menewaskan ratusan orang.

Menurut Titiek, keberadaan kayu-kayu raksasa itu merupakan bukti nyata kerusakan ekologis di kawasan hulu Pegunungan Bukit Barisan—tulang punggung ekologis yang menghubungkan Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Ia menegaskan bahwa bencana besar ini tidak bisa hanya disalahkan pada curah hujan ekstrem akibat siklon tropis Senyar. Ada faktor manusia yang tidak bisa diabaikan.

Dengan suara tegas dan penuh tekanan emosional, Titiek mempertanyakan siapa pihak yang memiliki kekuasaan cukup besar untuk menumbangkan pohon-pohon berusia puluhan hingga ratusan tahun. “Untuk menghasilkan batang kayu sebesar itu, butuh waktu puluhan tahun,” ujarnya geram. Ia mendesak Menteri Kehutanan untuk menghentikan seluruh aktivitas penebangan kayu, khususnya pada kawasan yang menjadi penyangga ekologis.

Dalam rapat tersebut, Titiek juga menuntut enam set data resmi dari Kementerian Kehutanan, mulai dari peta kondisi DAS di provinsi-provinsi terdampak, data kerusakan hutan, hingga anggaran rehabilitasi hutan dan lahan. Ia menekankan bahwa masyarakat Sumatra tidak hanya membutuhkan bantuan sembako, tetapi jaminan keselamatan jangka panjang dari potensi banjir susulan akibat hutan gundul.

Di sisi lain, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menjelaskan bahwa bencana banjir bandang terjadi akibat gabungan faktor-faktor yang saling memperparah: siklon tropis Senyar yang membawa hujan ekstrem, geomorfologi DAS, serta kerusakan daerah tangkapan air. Ia juga menyebutkan bahwa tingkat deforestasi pada 2025 sebenarnya menurun dibanding tahun sebelumnya, termasuk di Aceh, Sumut, dan Sumbar. Namun penurunan tersebut jelas tak cukup untuk mencegah bencana ekologi besar yang menewaskan setidaknya 770 orang dan membuat 463 orang hilang.

Raja Juli menegaskan bahwa pemerintah akan memperkuat investigasi terkait dugaan praktik illegal logging yang berkontribusi terhadap parahnya dampak banjir. Komisi IV DPR pun menuntut tindakan cepat, tegas, dan menyeluruh, agar tragedi serupa tidak kembali merenggut nyawa masyarakat di wilayah Bukit Barisan.

By Risma

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *