Tiga Bupati Lampung Tengah Terjerat Korupsi dalam Sedekade Terakhir, Ardito Wijaya Jadi Kasus Terbaru
Dalam kurun waktu sepuluh tahun belakangan, tercatat tiga kepala daerah Kabupaten Lampung Tengah (Lamteng) harus berurusan dengan hukum akibat kasus korupsi. Nama terbaru yang menambah panjang daftar ini adalah Ardito Wijaya.
Ardito Wijaya, Bupati Lamteng yang seharusnya menjabat pada periode 2025-2030, terjerat dalam dugaan tindak pidana korupsi. Keterlibatannya terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 10 Desember 2025.
Ia diduga terlibat dalam praktik suap terkait pengaturan pemenang tender proyek-proyek yang berada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lamteng.
Pihak KPK mengungkapkan bahwa Ardito diduga mengantongi uang ‘fee’ hingga mencapai Rp5,75 miliar dari aksi ilegalnya tersebut.
Dana ‘fee’ yang diterima oleh Ardito tersebut diduga dialokasikan untuk menutupi biaya operasionalnya sebagai bupati serta melunasi utang bank yang digunakan untuk pembiayaan kampanye pada Pilkada 2024.
“Di antara (fee yang diterima Ardito) diduga digunakan untuk dana operasional sebesar Rp500 juta dan pelunasan pinjaman bank untuk kebutuhan kampanye di tahun 2024 sebesar Rp5,25 miliar,” demikian penjelasan Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, dalam konferensi pers yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 11 Desember 2025.
Atas perbuatannya, Ardito Wijaya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Lantas, selain Ardito, siapa saja bupati Lamteng lain yang pernah terjerat perkara korupsi? Berikut ini adalah rangkuman mengenai kasus-kasus tersebut.
**Andy Achmad Sampurna Jaya (Bupati Lamteng 2000-2010)**
Mantan Bupati Lamteng periode 2000-2010, Andy Achmad Sampurna Jaya, pernah tersandung kasus korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp28 miliar pada tahun 2011.
Menurut laporan Kompas.com, Andy Achmad sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atau menjadi buronan Polda Lampung.
Ia akhirnya berhasil diringkus dan ditahan pada 24 Maret 2011, setelah menjalani pemeriksaan intensif selama 10,5 jam.
Namun, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Andy justru diputus bebas, sebuah vonis yang mengejutkan banyak pihak.
Menanggapi putusan tersebut, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung segera mengajukan kasasi.
Mahkamah Agung (MA) akhirnya memutuskan vonis terhadap Andy Achmad Sampurna Jaya, berupa hukuman penjara 12 tahun, denda sebesar Rp500 juta, dan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp20,5 miliar.
Hakim menyatakan bahwa Andy terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan memindahkan dana APBD Lamteng senilai Rp28 miliar dari bank pemerintah ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana.
Kasus ini terkuak ketika BPR Tripanca dinyatakan bangkrut, yang menyebabkan dana yang dipindahkan oleh Andy tidak dapat dicairkan.
Meskipun demikian, Andy Achmad tidak menjalani seluruh masa hukumannya. Ia dinyatakan bebas pada tahun 2021 setelah sebelumnya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas 1A Bandar Lampung.
**Mustafa (Bupati Lamteng 2016-2018)**
Sosok berikutnya yang terlibat dalam pusaran korupsi adalah Mustafa, yang menjabat sebagai Bupati Lamteng pada periode 2016-2018.
Dikutip dari Tribun Lampung, Mustafa tercatat terlibat dalam dua kasus korupsi yang berbeda.
Kasus pertama adalah suap kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait persetujuan izin pinjaman daerah untuk PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Kasus kedua melibatkan Mustafa dalam gratifikasi senilai Rp95 miliar. Uang tersebut diperoleh dari ‘fee’ proyek-proyek di Dinas Bina Marga Lamteng selama tahun 2017-2018.
Untuk kasus pertama, Mustafa dijatuhi vonis pidana tiga tahun penjara.
Sementara itu, pada kasus kedua, ia divonis empat tahun penjara, denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, uang pengganti Rp17,1 miliar subsider dua tahun penjara, serta pencabutan hak politiknya selama dua tahun setelah bebas.
Mustafa akhirnya mendekam di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, dan telah dinyatakan bebas pada 7 Agustus 2025 lalu.