Mahfud MD Menduga Peraturan Kepolisian tentang Jabatan Sipil bagi Polisi Aktif Diterbitkan karena Rencana Revisi UU Polri

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, memperkirakan bahwa kemunculan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 diakibatkan oleh rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menurut pandangannya, penerbitan Perpol ini berfungsi sebagai langkah awal atau persiapan menjelang adanya perubahan pada UU Polri.

“Secara pandangan politik, hal ini tampaknya merupakan semacam ‘pancingan’ karena Undang-Undang Polri akan diubah. Karena Peraturan Kepolisian ini akan ada, mungkin nanti akan diintegrasikan ke dalam Undang-Undang tersebut,” tuturnya, yang dikutip dari saluran YouTube pribadinya pada Selasa, 16 Desember 2025.

Mahfud menjelaskan bahwa Perpol tersebut dianggap memiliki kecacatan dari segi hierarki peraturan perundang-undangan.

Alasan utamanya, jika suatu regulasi akan mengatur daftar kementerian atau lembaga (K/L) yang bisa diisi oleh personel kepolisian aktif, maka seharusnya UU Polri direvisi terlebih dahulu.

Ia memberikan contoh, situasi serupa pernah terjadi dalam revisi UU TNI, yang akhirnya mencantumkan daftar 16 K/L yang bisa dijabat oleh prajurit aktif.

Di samping itu, Mahfud juga menyatakan bahwa Perpol tersebut bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Dalam ketentuan UU ASN itu disebutkan, posisi sipil dapat diduduki oleh anggota TNI dan anggota Polri. Namun, terdapat Pasal 19 ayat 3 yang menegaskan bahwa jabatan di institusi sipil oleh anggota TNI dan anggota Polri harus sesuai dengan aturan yang termuat dalam Undang-Undang tentang TNI dan Undang-Undang tentang Polri,” ucapnya.

“Undang-Undang TNI sudah memuat daftar jabatan sipil yang boleh diisi, contohnya di Polhukam, BIN, dan berbagai posisi lainnya, total ada 16 (K/L), yang telah tercantum di UU TNI dan sudah diuji di MK (Mahkamah Konstitusi) serta dinyatakan sah. Sementara itu, untuk Undang-Undang Polri, ketentuan semacam ini belum ada,” lanjut Mahfud.

Mantan Ketua MK ini juga merespons berbagai pandangan mengenai penafsiran Pasal 28 ayat 3 UU Polri, khususnya terkait frasa ‘jabatan di luar kepolisian’.

Dalam interpretasi yang beredar di masyarakat, frasa tersebut dimaknai bahwa anggota Polri diperbolehkan menduduki jabatan di institusi sipil meskipun tidak memiliki kaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kepolisian.

Mahfud mengkritik keras penafsiran semacam itu. Menurutnya, semua institusi sipil, mulai dari tingkat kementerian hingga Rukun Tetangga (RT), niscaya memiliki hubungan atau keterkaitan dengan kepolisian.

“Apakah ada di dunia ini, di Indonesia ini, masalah yang tidak berkaitan dengan kepolisian? Kepolisian itu bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), memberikan pengayoman, pelayanan, perlindungan, dan menegakkan hukum, semuanya ada sangkut pautnya.”

“Bahkan kepala desa dan Ketua RT pun memiliki keterkaitan dengan kepolisian. Oleh karena itu, hal ini harus diatur dalam undang-undang, tidak cukup hanya dengan Peraturan Kepolisian,” tegasnya.

**Perpol Justru Membatasi Tupoksi Polri**

Mahfud juga menolak pandangan Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, yang mengemukakan bahwa terbitnya Perpol ini bertujuan untuk memperjelas institusi sipil yang dapat diisi oleh polisi aktif.

Alih-alih memperjelas, ia justru beranggapan bahwa Perpol tersebut malah membatasi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kepolisian.

“Justru Perpol itu sifatnya membatasi, bukan memperjelas, karena Polri memiliki fungsi mengayomi seluruh sektor kehidupan.”

“Apabila tujuannya adalah memperjelas dalam konteks tugas-tugas tertentu yang terbatas, maka hal itu wajib diatur dalam undang-undang,” ujarnya dengan penekanan.

**Detail Isi Perpol**

Dalam Peraturan Kapolri ini, anggota Polri yang mendapatkan penugasan di luar struktur organisasi Polri wajib melepaskan jabatan mereka di lingkungan kepolisian. Ketentuan ini dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 1.

Sementara itu, Pasal 2 menyatakan bahwa pelaksanaan tugas tersebut dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri.

Pasal 3 ayat 1 mengatur bahwa penugasan di dalam negeri mencakup penempatan di kementerian, lembaga, badan, komisi, hingga organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berlokasi di Indonesia.

Selanjutnya, pada Pasal 3 ayat 2, terdapat rincian mengenai 17 kementerian dan lembaga yang posisinya dapat diisi oleh anggota Polri.

Kemudian, Pasal 3 ayat 4 menegaskan bahwa jabatan yang akan diemban oleh anggota Polri harus memiliki keterkaitan dengan tupoksi kepolisian.

Berikut ini adalah daftar 17 Kementerian dan Lembaga yang dapat ditempati oleh anggota Polri:

Kemenko Polhukam
Kementerian ESDM
Kementerian Hukum
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
Kementerian Kehutanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Perhubungan
Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
Kementerian ATR/BPN
Lembaga Ketahanan Nasiona (Lemhannas)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Badan Narkotika Nasional (BNN)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Badan Intelijen Negara (BIN)
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *