Perkara hukum selebritas Nikita Mirzani memasuki fase baru setelah penyidikan resmi dimulai terkait dugaan penggunaan rekaman percakapan ilegal dalam proses pengadilan. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) menyusul laporan yang diajukan oleh pengacara Fahmi Bachmid, yang mewakili salah satu pihak dalam kasus ini.

Laporan tersebut menyoroti rekaman percakapan antara klien Bachmid, Ismail Marzuki, dengan Nikita Mirzani yang dijadikan bukti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Bachmid, rekaman ini dibuat secara melawan hukum tanpa sepengetahuan atau persetujuan kliennya. “Berdasarkan Pasal 31 UU ITE, rekaman ini termasuk dalam kategori intersepsi ilegal,” jelas Bachmid kepada wartawan pada Rabu, 6 Agustus.
Dampak hukum dari penyidikan ini bisa signifikan. Jika terbukti ilegal, Bachmid berencana mengajukan permohonan agar rekaman tersebut dinyatakan tidak sah sebagai alat bukti. Pelaku perekaman ilegal sendiri menghadapi risiko hukuman penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp800 juta menurut hukum Indonesia.
Sorotan utama dalam kasus ini adalah identitas dan motif pihak yang membuat rekaman. Bachmid menegaskan bahwa hanya penegak hukum yang berwenang melakukan perekaman percakapan, itupun dengan izin resmi. “Perekaman oleh individu atau pihak swasta tanpa otorisasi merupakan tindak pidana,” tegasnya.

Bachmid diperkirakan segera dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan ini. Ia telah menyampaikan apresiasi kepada Direktorat Siber Polda Metro Jaya atas penanganan kasus yang profesional.
Para ahli hukum menilai kasus ini bisa menciptakan preseden penting dalam sistem peradilan Indonesia, khususnya terkait standar pembuktian digital. “Ini bukan hanya tentang kasus selebritas, tapi juga tentang membentuk praktik hukum dalam hal penerimaan bukti rekaman percakapan pribadi,” ujar Dr. Ahmad Sofian, pakar hukum pidana digital.
Penyidik saat ini sedang mengkaji berbagai aspek terkait rekaman tersebut, termasuk:
- Metode dan peralatan yang digunakan
- Kronologi pembuatan rekaman
- Motivasi di balik pembuatannya
Temuan penyidikan ini berpotensi mempengaruhi jalannya persidangan utama antara Nikita Mirzani dan Ismail Marzuki.
Uniknya, penyidikan atas rekaman ilegal ini berjalan paralel dengan proses pengadilan utama, menciptakan situasi hukum yang kompleks dimana bukti dalam satu kasus justru menjadi subjek penyidikan terpisah.
Para pengamat menilai kasus ini menggarisbawahi tantangan sistem hukum di era digital, dimana isu privasi dan validitas bukti elektronik memerlukan pertimbangan khusus. Putusan akhir dalam kasus ini mungkin akan menetapkan standar baru dalam penanganan bukti digital di pengadilan Indonesia.
Aspek Unik Kasus Ini:
- Pertarungan hukum atas validitas bukti digital
- Dimensi etika dalam perekaman percakapan
- Potensi pengaruh terhadap yurisprudensi
- Konvergensi antara hukum pidana dan privasi digital
Perkembangan Terkini:
- Proses verifikasi teknis terhadap rekaman
- Pemeriksaan saksi-saksi terkait
- Persiapan permohonan pembatalan kekuatan bukti
Kasus ini terus menarik perhatian publik sekaligus kalangan hukum, karena bisa menjadi tolok ukur penanganan kasus-kasus serupa di masa depan.