Pernikahan tanpa musik ibarat sayur tanpa garam—kurang lengkap dan hambar. Namun, belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial tentang kewajiban membayar royalti musik saat menggelar acara pernikahan. Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Wahana Musik Indonesia (WAMI) menyatakan bahwa pemutaran lagu di acara pernikahan termasuk kategori penggunaan musik di ruang publik, sehingga wajib membayar royalti sebesar 2% dari biaya produksi musik. Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak ulasan berikut!

WAMI: “Pemutar Lagu di Pernikahan Termasuk Ruang Publik, Wajib Bayar Royalti”

Menurut Robert Mulyarahardja, Head of Corporate Communication WAMI, prinsip pembayaran royalti musik berlaku ketika lagu diputar di ruang publik—termasuk acara pernikahan, ulang tahun, atau even keluarga lainnya.

“Ketika musik digunakan di ruang publik, hak pencipta harus dihormati dengan membayar royalti. Ini bukan hal baru, tapi memang masih banyak yang belum memahami,” jelas Robert saat dikonfirmasi oleh detikcom, Selasa (12/8).

Mekanisme Pembayaran:

  1. Pihak yang Bertanggung Jawab: Penyelenggara acara (bukan tamu atau vendor).
  2. Besaran Royalti: 2% dari total biaya produksi musik (termasuk sewa sound system, fee musisi, dll).
  3. Proses Pembayaran:
    • Penyedia acara harus mendaftarkan daftar lagu yang diputar ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
    • Pembayaran dilakukan via rekening LMKN, lalu dialirkan ke komposer melalui LMK terkait.

“Ini bentuk apresiasi untuk pencipta lagu. Tanpa mereka, tidak ada musik yang bisa dinikmati di acara bahagia seperti pernikahan,” tambah Robert.

Pro-Kontra di Kalangan Ahli

Namun, aturan ini tidak lepas dari kritik. Prof. Ahmad M. Ramli, Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran dan salah satu perancang UU Hak Cipta, menyatakan bahwa acara non-komersial (seperti pernikahan) seharusnya bebas royalti.

“UU Hak Cipta Pasal 44 jelas menyebut bahwa penggunaan musik untuk acara keluarga bukan objek royalti. Justru, pemutaran lagu di hajatan adalah promosi gratis untuk musisi,” tegas Prof. Ramli dalam sidang uji materi UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (7/8).

Pengecualian dalam UU Hak Cipta:

  • Tidak dikenakan royalti jika musik digunakan untuk:
    • Acara pendidikan/ilmiah.
    • Kegiatan pemerintah atau peradilan.
    • Pertunjukan gratis yang tidak merugikan pencipta.

“Kalau konser berbayar, wajib bayar. Tapi kalau sekadar pesta nikahan, menurut UU tidak termasuk,” lanjutnya.

Reaksi Netizen: Antara Setuju dan Kecewa

Beredarnya kabar ini memicu perdebatan hangat di Twitter dan TikTok. Sebagian netizen mendukung royalti sebagai bentuk keadilan untuk musisi, sementara lainnya menganggap aturan ini memberatkan.

“Bayar sound system, katering, dekorasi, sekarang bayar lagu lagi? Nikah makin mahal!” — @AjiWijaya_
“Musisi juga butuh makan. Kalau lagunya dipakai di acara mewah, wajar dikasih royalti.” — @DianPertiwi

Solusi untuk Calon Pengantin

Bagi pasangan yang ingin menghindari biaya tambahan, beberapa alternatif bisa dipertimbangkan:

  1. Gunakan musik bebas royalti (free copyright) dari platform seperti YouTube Audio Library.
  2. Ajak live band lokal yang memainkan lagu ciptaan sendiri.
  3. Negosiasi langsung dengan musisi jika ingin memakai lagu tertentu.

Penutup:
Aturan royalti musik di acara pernikahan masih menjadi perdebatan panjang. Di satu sisi, ini bentuk perlindungan hak cipta; di sisi lain, dianggap memberatkan masyarakat. Bagaimana pendapatmu?

By Risma

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *