Pembaruan Erupsi Semeru: Tiga Warga Terluka Bakar, Zona Bahaya 20 Km Disterilkan

Nanang Sigit, Kepala Kantor Basarnas Surabaya, menyampaikan laporan terbaru mengenai perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Semeru pada Kamis, 20 November 2025. Pukul 06.00 WIB pagi itu, kondisi visual gunung terlihat jelas meski terkadang diselimuti kabut tipis, tanpa ada indikasi asap kawah maupun letusan. “Dari pantauan visual, puncak Semeru tidak memperlihatkan adanya kepulan asap ataupun lontaran material. Namun, kami tetap melakukan pengamatan dengan penuh kewaspadaan,” kata Nanang kepada Kompas.com pada Kamis (20/11/2025). Meskipun demikian, peristiwa erupsi Gunung Semeru sebelumnya telah menimbulkan dampak yang signifikan.

Sebagai konsekuensi dari letusan Gunung Semeru, tiga individu mengalami cedera luka bakar akibat insiden yang terjadi di sekitar area Jembatan Curahkobokan dan kawasan Pronojiwo.

Para korban tersebut meliputi Normawati (42) dan Hariyono (49), keduanya berasal dari Desa Maron, Kabupaten Kediri, yang kini menerima perawatan medis di RSUD Haryoto. Sementara itu, Dimas (50), warga Dusun Sumbersari, harus dirujuk ke Puskesmas Pasirian karena mengalami luka bakar tingkat satu. Hingga informasi ini disusun, belum ada data spesifik mengenai kerugian material. Namun, beberapa titik di Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro telah ditetapkan sebagai lokasi pengungsian, mulai dari bangunan sekolah, balai desa, hingga tempat ibadah. Saat ini, tercatat ada 956 jiwa yang telah mengungsi, dan proses pendataan jumlah warga masih terus berlangsung. “Pendataan masih terus berjalan mengingat tingginya mobilitas penduduk di dua kecamatan yang terdampak abu vulkanik,” jelas Nanang.

Radius 20 kilometer dari puncak gunung segera dikosongkan. Nanang kembali menekankan peringatan dari Basarnas kepada masyarakat agar menjauhi wilayah berbahaya di sekitar Gunung Semeru. “Kami mengimbau agar warga tidak melakukan kegiatan apa pun di sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan hingga sejauh 20 kilometer dari puncak,” tegasnya. Dia menambahkan, bagi masyarakat yang berada di luar radius tersebut, dianjurkan untuk tetap menjaga jarak minimal 500 meter dari tepi sungai, karena area ini memiliki risiko tinggi terkena perluasan awan panas serta aliran lahar. Lebih lanjut, Nanang juga mengingatkan agar penduduk tidak mendekat dalam radius delapan kilometer dari kawah, mengingat ancaman lontaran material pijar. “Waspadai juga potensi awan panas, guguran lava, dan aliran lahar di seluruh sungai yang berhulu di puncak Semeru, khususnya di Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat,” ujarnya. Ia menegaskan, potensi aliran lahar juga bisa terjadi di anak-anak sungai yang terhubung dengan Besuk Kobokan.

Sejak dini hari, Basarnas bersama BPBD Lumajang dan tim relawan telah meluncurkan operasi penanganan yang berlapis. Operasi ini meliputi evakuasi warga yang terluka hingga pengecekan kondisi jalur pendakian yang diperkirakan masih dihuni oleh ratusan pendaki. Pada pukul 00.05 WIB, Tim 2 Pos SAR Jember tiba di Pos Pengungsian Candipuro. Selanjutnya, Tim 1 bergerak menuju Pos Ranupani untuk mengonfirmasi keberadaan 178 pendaki yang kabarnya masih berada di jalur Ranukumbolo. Proses evakuasi korban luka di Supit Urang dilaksanakan secara estafet di medan yang menantang. “Tim di lapangan menjemput para korban dari titik terdalam, kemudian kami menarik mereka ke titik pertemuan yang paling aman karena akses tertutup abu dan hujan,” terang Nanang.

Pada pukul 02.40 WIB, korban berhasil dibawa ke lokasi pertemuan dan segera dirujuk untuk mendapatkan penanganan medis lebih lanjut. Di sisi lain, tim Basarnas dari Surabaya dan Jember telah tiba di Ranupani antara pukul 05.00 hingga 06.30 WIB untuk berkoordinasi dengan pengelola Taman Nasional terkait informasi keberadaan para pendaki. Upaya pencarian dan penanganan para pengungsi masih terus menghadapi berbagai kendala yang cukup berat.

Selain kondisi cuaca hujan, lapisan abu vulkanik yang pekat di wilayah Candipuro dan Pronojiwo turut menghambat pergerakan warga serta tim penyelamat. “Hujan yang bercampur dengan abu vulkanik menyebabkan jarak pandang menjadi sangat rendah dan akses jalan licin. Ini menjadi tantangan utama yang harus dihadapi di kedua wilayah terdampak,” pungkas Nanang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *