Andi Azwan, selaku Ketua Umum Jokowi Mania (Joman), untuk kali pertama menampilkan salinan digital ijazah resmi mantan Presiden RI ketujuh, Joko Widodo (Jokowi), yang sebelumnya menjadi subjek perdebatan publik karena dituding palsu oleh kelompok Roy Suryo.
Presentasi tersebut dilakukan oleh Andi di hadapan Refly Harun, seorang akademisi sekaligus pakar hukum tata negara, beserta para hadirin lain, dalam sebuah episode program ‘Rakyat Bersuara’ di iNews, yang membahas topik ‘Kasus Ijazah Jokowi Ilmiah atau Penyebaran Fitnah?’.
Andi dengan tegas menyatakan, “Secara eksklusif, ini adalah hasil pemindaian ijazah asli Bapak Jokowi, yang baru pertama kali kami tunjukkan, ini benar-benar asli,” sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Official iNews pada hari Kamis, 20 November 2025.
Selain itu, Andi turut memamerkan ijazah lain dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai pembanding. Ia mengutarakan adanya keselarasan signifikan antar-elemen dalam kedua dokumen, mulai dari format penulisan tanggal hingga deretan nomor register.
Dia menjelaskan, “Ini adalah ijazah pembanding. Tertera tanggal 5 November 1985, dan naskah ijazah ini ditulis oleh satu orang yang sama. Cap atau stempelnya juga identik. Perhatikan nomor ijazah pembanding 1132 15470. Mari kita bandingkan dengan milik Pak Jokowi: 1120 15456, ini adalah nomor registrasinya. Perhatikan dengan saksama,” terangnya.
Andi melanjutkan pernyataannya dengan mengatakan, “Berulang kali muncul tuduhan bahwa Bapak Jokowi putus kuliah (DO) dan tidak memiliki ijazah. Hal ini kini terpatahkan dengan diperlihatkannya ijazah aslinya.”
Andi pun menguatkan bahwa salinan pindaian ijazah asli Jokowi yang dipresentasikannya memiliki kemiripan yang persis dengan yang sebelumnya telah ditunjukkan oleh Dian Sandi, seorang kader dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Pada kesempatan yang sama, Andi turut melaksanakan analisis mendalam melalui pendekatan forensik digital terhadap dokumen ijazah asli Jokowi tersebut.
Menurut Andi, hasil perbandingan antara data referensi ijazah dengan foto wisuda Jokowi menunjukkan tingkat kecocokan yang signifikan.
Kendati telah merampungkan investigasi forensik digitalnya secara mandiri, Andi tetap menunjukkan kesediaan untuk membuka ruang diskusi yang lebih luas terkait hasil analisis yang telah ia kerjakan.
Menanggapi pemaparan tersebut, Refly Harun berpendapat bahwa polemik seputar analisis forensik terhadap ijazah Jokowi sudah berlangsung terlalu lama dan terkesan membuang-buang waktu serta energi banyak pihak.
Padahal, menurut Refly, sejatinya perdebatan semacam ini tidak perlu berlarut-larut, karena penyelesaiannya cukup dengan memperlihatkan ijazah asli Jokowi secara fisik.
Hal itu dikarenakan, selama ini, pokok permasalahan yang kerap diperdebatkan oleh masyarakat adalah keberadaan dokumen yang belum pernah ditampilkan dalam wujud fisiknya.
Di samping itu, Refly menambahkan bahwa sebuah foto acapkali dapat dilengkapi dengan fitur penyaring atau filter.
“Permasalahannya sangatlah mudah, cukup tampilkan ijazah asli Jokowi, lalu berikan salinan analognya kepada 10, 20, bahkan 30 ahli untuk ditelaah. Setelah itu, kita kumpulkan kembali para ahli tersebut dan kita saksikan bersama bagaimana hasil temuan mereka,” ujarnya.
Refly menegaskan, “Yang kita perdebatkan selama ini adalah sesuatu yang enggan diperlihatkan kepada publik, itu poin pertama. Sekarang saya bertanya kepada Anda sekalian, apakah Anda akan lebih puas melihat seseorang yang rupawan hanya dari fotonya saja? Atau Anda akan lebih puas melihatnya secara langsung? Tentu saja langsung, bukan?”
Ia menambahkan, “Terkadang, sebuah foto bisa saja memiliki filter dan berbagai macam editan lainnya. Jadi, inti permasalahannya adalah dokumen tersebut tidak pernah mau diperlihatkan.”
**Bagaimana Status Ijazah Jokowi Saat Ini?**
Mengenai dokumen ijazah Jokowi, Polda Metro Jaya sebelumnya telah mengumumkan bahwa ijazah milik mantan Presiden RI tersebut masih dalam status disita sebagai barang bukti krusial dalam proses penyidikan kasus sengketa terkait tuduhan ijazah palsu.
Kombes Pol Budi Hermanto, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, menggarisbawahi bahwa dokumen ijazah Jokowi ini secara otomatis tergolong sebagai informasi yang dikecualikan, yang berarti tidak dapat diakses oleh khalayak umum.
Dasar pertimbangan penetapan tersebut adalah untuk menjamin kelancaran jalannya proses penyidikan yang tengah berlangsung.
Budi menjelaskan pada Selasa, 19 November 2025, “Kami khawatir dapat menghambat proses investigasi, sehingga hal tersebut sepenuhnya menjadi ranah penyidik,” seperti yang dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV.
Kendati demikian, pihak kepolisian memberikan jaminan bahwa akses terhadap dokumen tersebut akan dibuka untuk publik setelah seluruh tahapan proses penyidikan secara resmi dinyatakan selesai.
“Ya, dokumen itu bisa diakses, namun ini masih dalam proses penyidikan. Nanti setelah penyidikan selesai, dokumen ijazah Jokowi baru bisa diakses oleh publik,” imbuhnya.
**Roy Suryo dan Kelompoknya Ditetapkan sebagai Tersangka**
Dalam rangkaian perkara dugaan ijazah palsu ini, aparat kepolisian telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Di antara mereka termasuk Roy Suryo, pakar forensik digital Rismon Sianipar, serta Tifauzia Tyassuma yang akrab disapa Dokter Tifa.
Roy Suryo, Rismon, dan Dokter Tifa mendapatkan status tersangka karena diduga kuat telah berupaya menghilangkan atau menyembunyikan informasi serta dokumen elektronik, di samping melakukan manipulasi agar dokumen tersebut tampak seolah-olah asli.
Para tersangka tersebut dijerat menggunakan Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 310 dan/atau Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pencemaran nama baik dan ujaran kebencian, dengan potensi ancaman hukuman penjara antara 8 hingga 12 tahun.
Roy Suryo, Rismon, dan Dokter Tifa telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Kamis, 13 November 2025 yang lalu, namun tidak dilakukan penahanan. Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik melayangkan sebanyak 134 pertanyaan kepada Roy Suryo, 157 pertanyaan untuk Rismon, dan 86 pertanyaan kepada Dokter Tifa.
Selanjutnya, pada hari Kamis, 20 November 2025 ini, Roy Suryo dan kelompoknya kembali menjalani proses pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Perlu dicatat bahwa penetapan tersangka terhadap Roy Suryo dan kawan-kawan ini dibagi menjadi dua klaster, yang didasarkan pada peran masing-masing serta jenis pelanggaran yang mereka lakukan.
Klaster pertama beranggotakan lima tersangka, yaitu Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah. Keseluruhan nama tersebut diketahui belum menjalani pemeriksaan.
Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP terkait penghasutan untuk melakukan kekerasan terhadap pejabat publik, dengan ancaman pidana penjara enam tahun. Selain itu, mereka juga dijerat dengan sejumlah pasal dalam UU ITE yang turut memiliki ancaman pidana enam tahun penjara.
Adapun klaster kedua terdiri dari tiga tersangka, yaitu Roy Suryo, Rismon, dan Dokter Tifa.
Klaster kedua ini dikenai gabungan pasal-pasal dari KUHP dan UU ITE, mencakup Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2, dengan potensi ancaman hukuman penjara mulai dari 8 hingga 12 tahun.