JAKARTA – Perusahaan perkebunan kelapa sawit terkemuka asal Malaysia, Sime Darby Plantation Bhd, kini menghadapi sanksi dari Amerika Serikat (AS) menyusul tuduhan praktik kerja paksa dalam operasional produksinya. Menanggapi hal tersebut, pihak perusahaan mengumumkan telah menjalin komunikasi dengan lembaga Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) guna mendapatkan rincian informasi lebih lanjut, serta menegaskan komitmen untuk memberikan kerja sama penuh. Pengumuman ini datang setelah beredar laporan bahwa CBP telah mengeluarkan “Perintah Penahanan Rilis” (WRO) yang menargetkan Sime Darby Plantation Bhd beserta seluruh anak perusahaan, afiliasi, dan entitas patungan yang terkait. Dengan adanya perintah penahanan ini, seluruh impor minyak sawit serta produk-produk turunannya yang berasal dari perusahaan tersebut ke wilayah AS akan dihentikan. Melalui sebuah pernyataan resmi yang disampaikan dalam keterbukaan informasi di Bursa Malaysia, seperti yang dikutip dari Nikkei Asia pada Jumat (1/1/2021), perusahaan mengungkapkan, “Kami sudah berdialog dengan CBP untuk meminta data lebih terperinci dan siap bekerja sama secara menyeluruh dalam proses verifikasi serta penyelesaian isu dugaan kerja paksa ini. Kami akan terus menjaga komunikasi demi memastikan kelancaran kembali pengiriman produk kami ke Amerika Serikat secepatnya.”
Sime Darby Plantation juga mengklaim bahwa pada tahun 2019, mereka telah menugaskan sebuah konsultan independen untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik-praktik ketenagakerjaan di internal perusahaan, dan hasil tinjauan tersebut menyimpulkan bahwa praktik mereka telah sesuai dengan standar perburuhan berskala internasional. Selain itu, Sime Darby juga menyatakan sedang berupaya keras untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan berbagai persoalan yang telah diangkat oleh Departemen Tenaga Kerja AS. Manajemen perusahaan menegaskan, “Kami sama sekali tidak menoleransi bentuk pekerja paksa apa pun dalam seluruh lini operasional kami. Komitmen kami yang teguh adalah menghormati serta menjunjung tinggi hak asasi manusia para pekerja, dan kami akan terus berdedikasi untuk senantiasa meningkatkan standar ketenagakerjaan yang kami terapkan.”
Sebagai informasi tambahan, Sime Darby dikenal sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia jika diukur dari luas lahan perkebunan, dan juga merupakan salah satu produsen terbesar dari segi volume produksi. Sebelum insiden ini, AS juga pernah menerapkan larangan impor terhadap minyak kelapa sawit dari perusahaan Malaysia lainnya, yakni FGV Holdings Bhd, dengan alasan serupa, yaitu dugaan kuat adanya praktik pekerja paksa. FGV Holdings Bhd menghadapi hukuman dari pihak AS menyusul kecurigaan adanya pemanfaatan tenaga kerja paksa dalam alur produksi mereka.