Penanganan Kasus Korupsi Akuisisi PT JN dengan Tersangka Adjie Dipastikan Terus Berlanjut oleh KPK, Meski Tiga Mantan Direksi ASDP Telah Direhabilitasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi bahwa penyelidikan terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengambilalihan saham PT Jembatan Nusantara (PT JN), dengan menetapkan Adjie sebagai tersangka sekaligus pemilik perusahaan, akan terus berjalan tanpa hambatan.

Proses hukum terhadap sosok swasta ini dipastikan tidak akan terhenti, meskipun sebelumnya tiga individu lain yang merupakan mantan anggota direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) telah menerima keputusan rehabilitasi dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, secara tegas menyatakan bahwa status pemulihan nama baik yang dikeluarkan oleh Presiden tersebut secara eksklusif berlaku untuk ketiga mantan pejabat BUMN itu, dan tidak mencakup status Adjie.

“Perkara tersangka Adjie tetap akan kami lanjutkan. Jadi, yang mendapatkan rehabilitasi adalah tiga orang, bukan? Bapak Adjie ini sekarang masih dalam tahap penyidikan, sehingga kasusnya tetap akan bergulir,” tutur Asep, dalam keterangannya yang disampaikan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada malam hari Selasa, 25 November 2025.

Adjie sendiri telah resmi ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam skandal yang menimbulkan kerugian finansial negara mencapai angka fantastis Rp 1,25 triliun.

Saat ini, Adjie tengah menjalani masa penahanan di rumah dikarenakan kondisi kesehatan yang memerlukan perhatian khusus.

KPK memastikan akan senantiasa melakukan pengawasan ketat terhadap Adjie. Upaya ini dilakukan melalui koordinasi erat dengan para pengurus tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di area domisili tersangka.

Di sisi lain, lembaga antirasuah tersebut menegaskan penghormatannya terhadap keputusan yang diambil oleh Presiden Prabowo, yang telah memberikan rehabilitasi kepada beberapa nama, yaitu mantan Direktur Utama ASDP, Ira Puspadewi; mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan, Harry Muhammad Adhi Caksono; serta mantan Direktur Komersial dan Pelayanan, Muhammad Yusuf Hadi.

Asep Guntur menjelaskan bahwa KPK tidak mempunyai legitimasi untuk mengintervensi hak prerogatif yang dimiliki oleh Presiden, sebuah hak yang secara konstitusional dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Meski demikian, Asep menekankan bahwa dari sudut pandang hukum, kapabilitas kerja para penyidik KPK dalam membuktikan kasus korupsi ini telah melalui serangkaian pengujian yang ketat. Baik itu secara formil melalui mekanisme praperadilan, maupun secara materiil melalui putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Secara formil maupun materiil, semuanya sudah teruji dan telah final. Tugas kami telah berhasil melewati uji formil dengan memenangkan praperadilan, dan uji materiil dengan adanya vonis yang ditetapkan oleh majelis hakim,” pungkas Asep.

Berkenaan dengan pelepasan ketiga mantan jajaran direksi ASDP tersebut, KPK saat ini masih menantikan pengiriman salinan resmi Keputusan Presiden (Keppres) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Dokumen resmi tersebut sangat diperlukan sebagai fondasi administratif untuk dapat mengeluarkan para terpidana dari fasilitas rumah tahanan negara (rutan).

“Kami hingga detik ini masih menanti salinan surat keputusannya. Petugas dari Kementerian Hukum akan mengantarkan surat keputusan tersebut langsung kepada kami,” papar Asep.

Sebagai tambahan informasi, pokok permasalahan kasus ini berakar dari proses akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP yang berlangsung dalam rentang waktu tahun 2019 hingga 2022.

Fakta-fakta yang terungkap selama persidangan menunjukkan adanya penyimpangan dari prinsip *Business Judgment Rules* (BJR), di mana proses pengambilalihan dilakukan tanpa melalui *due diligence* yang bersifat objektif.

PT ASDP terbukti telah mengambil alih sejumlah kapal-kapal yang sudah tidak layak pakai milik Adjie, sekaligus menanggung beban utang korporasi yang nilainya sangat tinggi. Situasi ini pada akhirnya berimplikasi pada timbulnya kerugian besar bagi keuangan negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *