Pakar politik dari Citra Institute, Efriza, memberikan pandangannya terkait teguran yang dilayangkan Presiden Prabowo Subianto kepada Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS. Teguran ini disampaikan dalam sebuah pertemuan terbatas yang fokus pada penanggulangan dampak banjir dan longsor di wilayah Aceh, Sumatra Utara (Sumut), serta Sumatra Barat (Sumbar).
Penyebab kritik dari Prabowo adalah tindakan Mirwan yang memutuskan untuk menjalankan ibadah umrah tanpa mengantongi izin, bersamaan dengan terjadinya bencana alam di wilayah kepemimpinannya.
Menurut Efriza, perbuatan Mirwan melampaui batas toleransi; ia menilai hal tersebut telah melukai perasaan banyak warga. Efriza menuturkan bahwa perjalanan Mirwan ke Mekkah merupakan cerminan dari kurangnya empati, seolah-olah menganggap musibah sebagai persoalan sepele yang gampang dibereskan.
“Ini bukan sekadar boleh ditoleransi atau tidak, melainkan sudah menusuk hati publik,” tegas Efriza. “Sebuah langkah tanpa empati. Tidak menunjukkan kepedulian terhadap musibah, tidak ada di lokasi untuk mencari solusi, dan menganggap bencana adalah sesuatu yang gampang diatasi,” kata Efriza, seperti dikutip dari tayangan acara On Focus di kanal YouTube Tribunnews pada Senin, 8 Desember 2025.
Bahkan, Partai Gerindra telah mengambil langkah tegas dengan memberhentikan Mirwan dari posisi Ketua DPC Aceh Selatan. “Dan apa maknanya ini? Ini menunjukkan seorang pemimpin absen ketika daerahnya dilanda bencana. Justru seorang pemimpin malah sibuk dengan urusan pribadinya,” lanjutnya.
**Teguran Keras dari Prabowo**
Teguran dari Presiden Prabowo itu terlontar dalam rapat terbatas yang dihadiri berbagai kementerian dan lembaga. Pertemuan ini berlangsung di Lanud Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, pada Minggu malam, 7 Desember 2025.
Pada awalnya, Prabowo menegaskan bahwa setiap bupati atau wali kota dipilih oleh masyarakat dengan tujuan untuk mengatasi berbagai kesulitan. “Kalian wajib terus berjuang demi rakyat. Memang kalian dipilih untuk menghadapi segala rintangan. Jika ada yang ingin melarikan diri, silakan saja,” ujar Prabowo, menyiratkan sindiran kepada Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, sebagaimana dikutip dari saluran YouTube Sekretariat Presiden.
Pemimpin tertinggi di Indonesia tersebut kemudian menginstruksikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian untuk memberhentikan Mirwan MS dari posisinya. “Segera copot. Mendagri, ini bisa diproses?” tanya Prabowo kepada Tito. “Butuh waktu sekitar tiga bulan,” balas Tito.
Prabowo selanjutnya menganalogikan Mirwan MS dengan seorang prajurit yang melakukan desersi. Desersi sendiri merujuk pada perbuatan anggota militer atau kepolisian yang sengaja meninggalkan kewajiban dan unitnya tanpa restu resmi atau dasar yang valid, dengan maksud tidak kembali, dan ini digolongkan sebagai pelanggaran militer berat yang berpotensi dikenai hukuman serius.
**Tanggapan dari Kemendagri**
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan bahwa mereka telah memulai proses terhadap Bupati Aceh Selatan Mirwan MS bahkan sebelum insiden ini menarik perhatian Presiden Prabowo Subianto.
Mirwan MS diketahui berangkat menunaikan umrah bersama pasangannya ketika wilayah Aceh Selatan dilanda musibah banjir bandang dan longsor. Terlebih lagi, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS tidak mengantongi persetujuan dari Gubernur Aceh untuk melakukan perjalanan ke mancanegara.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Benny Irwan, menyatakan bahwa investigasi telah dijalankan bahkan sebelum instruksi dari Prabowo tersebut dikeluarkan. “Begitu mendapat informasi bahwa Bupati meninggalkan daerah yang terkena bencana untuk menunaikan umrah, tim Inspektorat segera bertindak,” ungkap Benny kepada Tribunnews.com pada hari Senin.
Dia juga menginformasikan bahwa Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri telah berada di Banda Aceh sejak Sabtu pekan sebelumnya. Awalnya, proses pemeriksaan dimulai pada Minggu, 7 Desember 2025, namun sebagian agenda terpaksa dijadwal ulang atas permintaan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan.
Benny menjelaskan bahwa surat pemanggilan untuk dimintai keterangan telah disampaikan sebelumnya. “Sekretaris Daerah dijadwalkan pukul 13.00 WIB. Kepala Bagian Tata Pemerintahan pukul 11.00, Kepala Bagian Protokol pukul 14.00 WIB. Sementara untuk Bupati, semula pukul 14.00 WIB,” papar Benny. Akan tetapi, kedatangan Mirwan ternyata baru diperkirakan pada sore hari, sehingga jadwal pemeriksaannya diundur menjadi pukul 17.00 WIB di hari yang sama.
Benny menyebutkan bahwa indikasi adanya pelanggaran telah teridentifikasi dari data awal yang terkumpul. “Oleh karena itu, pemeriksaan dilaksanakan sesegera mungkin,” pungkasnya.